SECUIL REKAM DARI TANAH PARA DEWA – PRAU (DIENG)

Cerita tentang pendakian perdana di atas ketinggian 2.000 Mdpl. Tanpa perencanaan yang memakan waktu berbulan-bulan jauh lamanya sebelum keberangkatan, keputusan dadakan untuk memenuhi hasrat tualang. Halahh…

Berangkat dari rasa penasaran bagaimana melakukan pendakian sebnarnya, nge-camp di puncak gunung, nikmatan golden sunrise (tapi gagal akibat masuk angin tak diundang L ), hand in hand bareng team yang solid (nyatanya cuman si Abang yang setia disamping saya, support saya terus biar bisa nginjakkan kaki di puncak bareng-bareng, so sweet dong ya…), dan saya benar-benar meninggalkan “jejak yang sebenarnya” di atas gunung, hahaha 😀

Terpilihlah Prau sebagai pelabuhan kedua setelah gunung Batu dari sekian banyak gunung yang ada di pulau Jawa. Track yang belum pernah terbayangkan sebelumnya seberapa susahkah itu, seberapah landai kah, seberapa curamkah, namun saya bertekad saya mampu. Nah, ini yang penting menurut saya. Keyakinan yang ditanamkan dalam diri kita akan membawa kita kepada tujuan yang ingin dicapai. Tapi jangan hanya tekad saja yang dimantapin, jangan asal mendaki tanpa persiapan telebih dahulu.

Perjalanan dimulai pada malam hari dengan meeting point di daerah Cijantung – Jakarta Timur. Kurang lebih 12 jam waktu yang ditempuh untuk tiba di tempat tujuan. Saya dan si Abang sepakat mengikuti trip yang diadakan oleh Four Season, dengan keseluruhan biaya Rp350.000 (3D2N) sudah include didalamnya transportasi, teman baru, pengalaman baru, dokumentasi, dan yang terakhir mengunjungi Telaga Warna di Dieng dengan tujuan akhir puncak Prau. Ini termasuk biaya yang murah dari sekian banyak open trip ke gunung Prau yang diadakan dari berbagai macam komunitas pendaki.

GUNUNG_PRAU.jpg
Prau, i’m in love

Gunug Prau memiliki ketinggian 2.565 Mdpl dan termasuk kedalam Kawasan Dataran Tinggi Dieng. Dieng sendiri berasal dari bahasa Sansekerta, dihyang, yang artinya tanah para dewa. Banyak juga yang menjulukinya negeri di atas awan karena letaknya yang berada di dataran tinggi. Gunug Prau sendiri menjadi destinasi favorit para pendaki pemula karena jalur pendakian yang terbilang singkat dengan trek yang tidak sulit namun landai.

Waktu yang cocok mengunjungi gunung Prau yaitu pada musim kemarau. Intensitas curah hujan yang rendah mempermudah kegiatan pendakian dikarenakan jalanan trek yang tidak becek dan bisa memiilih tempat yang strategis untuk bangun tenda. Dan juga pemandangan dari puncak Prau akan terlihat lebih indah ketika langit tidak ditutupi awan hitam.

Harga tiket masuk untuk mendaki gunung Prau sebesar Rp 10.000/orang. Diharapkan jangan sampai hilang, dikarenakan pada beberapa pos ada petugas yang melakukan pemeriksaan perijinan dengan tiket tersebut.

Fisik? Alhamdulillah Ok. Lalu bagaimana dengan peralatan?

Pastinya ini hal yang crucial. Kebetulan saya belum pernah melakukan pendakian diatas 2.000 Mdpl, tentu saja saya harus melengkapi peralatan pendakian saya. Untuk biayanya saya menghabiskan kurang lebih Rp 800.000 (ini untuk biaya jangka waktu lama, yang bendanya bisa digunakan berkali-kali). Adapun peralatan pribadi yang harus dipersiapkan diantaranya, tas carrier, sepatu hiking, jaket (wind proof), sarung tangan, kaos kaki, head lamp, matras, simpanan makanan selama pendakian, obat-obatan, dan yang lainnya. Untuk peralatan tenda ada opsi penyewaan apabila tidak memiliki tenda. Sewa tenda Rp 35.000/hari untuk kapasitas 3 oang.

Saran saya, bagi wanita yang berhijab:

  • ada baiknya memilih/membawa jilbab bolak-balik yang bisa digunakan beberapa kali sehingga memperluas rongga tas
  • bawa baju seperlunya, jika udara gunung dingin menggigit perbanyak membawa jaket. Karena dari pengalaman saya, pada malam hari berlapis lapis jaket akan sangat menghangatkan, jika mengandalkan sleeping bag saja mungkin dinginnya malah membuat tidur tidak nyaman. (Point yang ini berlaku untuk semuanya)

Untuk titik mula pendakian Prau sendiri dimulai pada ketinggian 1.700 Mdpl melalui desa Patak Banteng. Sebenarnya masih ada jalur pendakian lain untuk mencapai puncak gunung Prau, yaitu melalui Kendal, Kenjuran, Dieng, dan melewati jalur Pranten, kab. Batang. Jalur Patak banteng ini sendiri relatif landai dengan estimasi waktu pendakian 3-4 jam dari bawah. Selama berjibaku dengan jalanan setapak, mata kita akan dimanjakan dengan suguhan bentang alam pesona Dataran Tinggi Dieng dan Telaga Warna. Sungguh menawan dan indah,  lukisan nyata hasil karya pencipta alam semesta. Masyaallah!

Setibanya di puncak – tentunya setelah perjuangan selama kurang lebih 4 jam – secara spontan saya menangis haru, mensyukuri kesempatan hidup yang masih diberikan untuk mengagungkan ciptaan Allah. Ketika di puncak Prau bukan hanya langit malam nya yang terkenal indah, namun kita juga bisa melihat gunug-gunung lainnya yang menjulang tinggi seperti Sindoro, Sumbing, slamet, Merapi, dan Merbabu.

Meskipun rutenya yang pendek, kita memutuskan kemping pasang tenda menginap semalam, menikmati dinginnya udara menusuk kulit meskipun sudah diselimuti dengan jaket tebal dibaluti sleeping bag. Alhasil, badan saya terkejut, nyaris jatuh sakit. Masuk angin, mual berkali-kali, perut tidak bersahabat plus saya kehilangan momen Golden Sunrise yang pastinya ini yang paling ditunggu-tunggu. Saya acungin jempol buat si Abang dengan setianya tetap disamping saya dalam keadaan apapun, mendampingi saya, merawat saya dengan sabarnya di dalam tenda, meskipun saya tahu  keinginannya menyaksikan momen itu melebihi saya.

Unforgettable moment!

Sungguh tak terlupakan. Pada saat mendaki dan pada saat turun, si abang tetap setia, tidak meninggalkan saya barang semeter pun (yang ini memakai majas hiperbola, yang sebernarnya jarak kita paling jauh hanya 5 meter, tidak lebih dari itu, hahaha J ) , dan begitu sabar. Walaupun ketika turun kita yang lebih dahulu, namun sampai di basecamp malah yang terakhir, walaupun berkali kali jatuh hampir terguling ke bawah tetap saja bisa tertawa lepas ketika melihat salah satu pendaki lain dengan sadarnya membawa tas jinjing yang disulap menjadi ransel.

Jangan pernah menyepelakan segala sesuatu termasuk jika mendapat informasi tentang jalur pendakian yang mudah, bukan berarti bisa bertingkah seenaknya. Mendaki gunung merupakan olahraga ekstrim. Oleh karena itu, selalu waspada karena setiap pendakian memiliki resiko dan bahayanya sendiri yang mungkin sewaktu-waktu mengintai. Ketika kita menjaga alam, alam pun akan menjaga kita. Berbuat baik untuk alam, maka Allah akan senantiasa membalas kebaikan untuk kita.

“Perjalanan yang melebihi ekspektasi. Bukan keangkuhan yang kau andalkan agar kau sampai di puncak, namun rasa syukur atas segala keindahanNya. Fisik, mental, egomu akan diuji. Bahkan jika kau bertanya bagaimana kesetiaan itu, jawabannya ada pada setiap jejak yang kau langkahkan bersama”.

Rizki Amalia Uzmi

“Tinggalkan jejakmu, simpan kenanganmu, abadikan gambarmu”.


2 thoughts on “SECUIL REKAM DARI TANAH PARA DEWA – PRAU (DIENG)

Leave a reply to alaniadita Cancel reply