Dari Liuk-liuk Jembatan, Karang Bungus hingga Meriam Tua – Sumatera Barat

Liburan yang singkat seakan mengatakan “Ini bukan penghalang buat melalak”. Uyyeahhh!!!

Apa yang terlintas jika saya tuliskan kata PADANG??

Rendang? Ya, hampir 99% orang akan menjawab demikian. Padang memang terkenal dengan rendangnya yang lamak nian (read: enak sekali) hingga masyhurnya sampai mancanegara. Namun, bukan hanya tentang makanannya saja, Padang juga memiliki kearifan lokal dalam bidang pariwisatanya.

Kelok Sembilan.jpg
Kelok Sembilan

Perjalanan yang dimulai dari kota Pekanbaru tentu akan melewati Kelok Sembilan ini. Kelok Sembilan merupakan jembatan yang menghubungkan Provinsi Riau dengan Sumatera Barat. Dulunya Kelok Sembilan termasuk jalanan rawan yang menyeramkan karena berhadapan langsung dengan jurang. Namun, sekarang kelok sembilan merupakan icon kebanggan dan Landmark propinsi Sumatera Barat.

Jembatan Kelok Sembilan.jpg
Kemegahan arsitektur dilihat dari bawah

Siapa sangka kemegahan jembatan Kelok Sembilan merupakan karya anak bangsa yang menggunakan konsep green construction. Ada 30 pilar yang menopangnya dengan ketinggian 10-15 meter dan jembatan meliuk-liuk yang panjangnya 2,5 km sehingga bisa menampung kurang lebih 14.000 kendaraan yang lalu-lalang setiap harinya.

Pintu terbuka, deru angin menghampiri, dan mata dimanjakan dengan pasir halusnya. Siapa yang bisa menolak untuk tidak menikmatinya meski baju tidur belum diganti. Memutuskan untuk menginap disalah satu cottage pinggir pantainya, tentu saja tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan mencicipi air pantai Bungus. Terumbu karang di pantai Bungus ini bisa langusng terlihat karna jernihnya air yang belum tercemar. Untuk tarif penginapannya berkisar Rp 400.000 – Rp 900.000 , dalam satu kamar juga bisa dihuni 2-3 orang sesuai dengan ukuran kamar yang mau kita pilih. Kebetulan saya menginap dengan keluarga, jadi kami meilih kamar yang medium.

Jembatan Siti Nurbaya.jpg
Jembatan Siti Nurbaya

Berkunjung ke kota Padang tidak lengkao rasanya jika tidak melewati Jembatan Siti Nurabaya yang memiliki panjang 60 m di atas Muara Batang Arau, menghubungkan daerah Kota Tua dengan wilayah di sekitar bukit Gunung Padang. Jembatan ini dinamakan Jembatan Siti Nurbaya mungkin karena di seberang sungai ini, beberapa meter sebelum puncak Bukit Gunung Padang, terdapat sebuah ceruk yang dipercaya sebagai tempat disemayamkannya jasad Siti Nurbaya.

bersama Nadya.jpg
bersama Nadya

Ini perjalanan yang terlaksana sekaligus awal perkenalan. Adik cantik ini yang berjasa membawa saya berkeliling, Karena waktu yang tidak memungkin, hanya secuil bentang alamnya saja yang bisa saya nikmati. Mungkin lain kesempatan… 😦 🙂

Meriam Tua.jpg
Meriam Tua

Setelah dari Jembatan Siti Nurbaya, perjalanan bisa langsung dilanjutkan ke Gunung Padang atau banyak orang menyebutnya bukit Siti Nurbaya. Tarif masuknya yang murah hanya Rp 3000 tidak heran jika kawasan wisata ini mulai bnyak diminati pelancong. Sepanjang perjalanan menuju puncak bukit ini, di sisi kanan jalan setapak ada pemandangan Laut biru yang membuat kita melupakan lelah sejenak. Pada sisi kiri akan ditemui sisa saksi bisu peninggalan kolonial Belanda pada saat perang dunia II sebagai pertanahan tentara Belanda ketika tentara jepang datang. Meriam Tua yang beratnya hampir 30 ton ini menurut penduduk setempat hanya satu-satunya yang tersisa karena banyak warga yang tidak bertanggung jawab mengambilnya untuk kemudian dijual ke penadah besi bekas.

Anak Tangga gunung Pdang 2.jpg
anak tangga sepanjang 1 km

Berhadapan dengan Laut

Untuk mencapai puncakanya harus melewati anak tangga sepanjang 1 km, kebayangkan giamana lelahnya. Tapi jangan khawatir, ketika hampir mencapai puncaknya ada pemandangan dari atas menghadap kebawah dengan hamparan air lautnya.

Nah, penasarankan bagaimana pemandangan dari atas puncaknya?? Foto-foto diabawah ini akan menjawabnya.

Puncak gunung Padang 8.jpg

Puncak gunung Padang 7.jpg

Puncak Gunung Pdang.jpg

Puncak gunung Padang 5.jpg

Puncak gunung Padang 6.jpg

Puncak gunung Padang 3.jpg

Tinggalkan jejakmu, simpan kenanganmu, abadikan gambarmu”


Leave a comment